SEJARAH “BENTENG
MADANG
&
MONUMEN
PROKLAMASI 17 MEI 1949”
Benteng
Madang terletak di Desa Madang Kecamatan Padang Batung Kabupaten Hulu Sungai
Selatan (Kalimantan Selatan). Jarak antara Desa Madang dengan Banjarmasin
sekitar 140 km. Benteng Madang dibangun seiring dengan pecahnya Perang Banjar
melawan penjajah Belanda di Bumi Lambung Mangkurat. Benteng ini terdapat di
atas Gunung Madang salah satu dari bagian Pegunungan Meratus. Tempat tersebut
sangat strategis untuk pertahanan, karena bila kita berada di tempat tersebut,
maka daerah sekeliling dapat terlihat dengan mudah. Benteng tersebut
dikelilingi oleh hutan semak belukar di sana–sini ditumbuhi bambu.
foto saya di Benteng Madang
Gunung
Madang identik dengan Benteng Madang dengan luas sekitar 400 m2. Di kaki Gunung
Madang terdapat aliran-aliran sungai yang di tepinya banyak ditumbuhi ilalang
dan pohon bambu. Pada aliran-aliran sungai yang mendekati tempat penyeberangan
diadakan titian atau jembatan-jembatan yang apabila diinjak titian ini
bergerak, dan kalau jatuh besar kemungkinan tertusuk benda tajam yang sengaja
dipasang oleh pejuang-pejuang Antaludin. Akibatnya tidak hanya luka-luka bahkan
tidak jarang mengakibatkan kematian. Masyarakat menyebutnya sebagai “jembatan
serongga”. Jembatan-jembatan tersebut sengaja dibuat oleh pejuang-pejuang
Antaludin agar apabila musuh ingin memasuki daerah Gunung Madang akan terhalang
atau mudah diketahui.
foto saya bersama teman-teman
Untuk
memperkokoh pertahanan Benteng Madang diberi perlindungan dari pepohonan agar
gelap di sang hari. Pada bagian lain dibuat jalan rahasia untuk keluar pabila
kemungkinan seangan musuh bisa tembus. Konon pernah serdadu Belanda mengadakan
penjajakan untuk melihat dari dekat keadaan Benteng Madang, tetapi mereka tidak
melihat apa- apa kecuali hutan semak belukar. Keadaan yang ganjil ini membuat
serdadu Belanda penasaran. Sehingga suatu waktu tempat tersebut ditembaki oleh
serdadu Benda dari jarak jauh. Ketika para serdadu Belanda tersebut kelelahan
dan kehausan, mereka meminta air kelapa muda kepada masyarakat, tetapi yang
terjadi setelah mereka meminum semua sakit perut dan ada yang meninggal.
Taktik
gerilya yang dilakukan oleh pejuang-pejuang Antaludin membuat pemerintah
kolonial Belanda kebingungan dan putus asa. Banyak serdadu Belanda yang
terbunuh. Para pejuang Antaludin tidak pernah menyerah dan Benteng Madang tidak
pernah direbut Belanda. Baru ketika benteng tersebut ditinggalkan oleh
pejuang-pejuang Antaludin untuk bergerilya ke berbagai lokasi pertempuran,
tentara Belanda menemukan tempat kosong setelah dengan susah payah berusaha
mengepung untuk merebutnya. Sejarah telah mencatat Perang Banjar dimulai sejak
penyerangan terhadap tambang batu bara Belanda Oranye Nassau di Desa Pengaron
yang dipimpin oleh Pangeran Antasari dengan mengerahkan pasukan Muning pimpinan
Sultan Kuning.
Peristiwa
ini terjadi pda tanggal 28 April 1859. Pangeran Hidayat memerintahkan kepada
Sultan Kuning dan Pangeran Antasari mempercepat penyerangan terhadap tambang
batu bara Oranye Nassau milik Belnda tersebut. Serangan ini diikuti oleh gerakan-gerakan
massa lainnya yang tersebar di seluruh Kerajaan Banjar. Kemudian serentak
rakyat Banjar bangkit mendukung perjuangan Pangeran Antasasri untuk mengusir
Belanda dari tanah Banjar. Selanjutnya Perang Banjar berlangsung sampai dengan
tahun 1904, suatu peperangan yang sangat melelahkan karena tergolong perang
kolonial yang paling lama di Indonesia. Pangeran Antasari dan Demang Lehman
meminta kepada Tumenggung Antaludin untuk membuat benteng pertahanan di Gunung
Madang. Benteng Madang dibangun di sebuah puncak gunung di Desa Madang.
Bangunan benteng dari bahan kayu madang yang ada di sekitarnya serta pagar
hidup dari pohon bambu dengan luas kurang lebih 400m2 bertingkat dua, agar
mudah mengintai musuh dari bagian teratas.
Benteng
ini diberi perlindungan agar gelap pada siang hari dan dibuat jalan rahasia
untuk keluar. Hal ini untuk memperkuat pertahanan dan tentara Belanda sulit
merebut tempat ini. Tercatat ada lima kali serangan Belanda terhadap benteng
ini. Tanggal 3 September 1860 terjadi serangan mendadak oleh pasukan infantri
Belanda sementara benteng belum selesai dibangun. Serdadu Belanda bergerak dari
Benteng Amawang Belanda menyelusuri Desa Karang Jawa dan Desa Ambarai langsung
menuju Gunung Madang. Serdadu Belanda terkejut, ketika baru mendekati bukit itu
terjadi serangan mendadak menyebabkan beberapa serdadu Belanda tewas. Sekali
lagi serdadu Belanda mendekati bukit tetapi sebelum sampai serangan gencar
menyambutnya. Sehingga serdadu Belanda mundur kembali ke benteng Amawang di
Kandangan. Tanggal 4 September 1860 pasukan infantri Belanda dari batalyon ke
13 melakukan serangan kedua kalinya.
Pasukan
Belanda dilengkapi dengan mortir dan berpuluh-puluh orang perantaian (nara
pidana) untuk membawa perlengkapan perang yang dijadikan umpan dalam pertempuran.
Serdadu Belnda melemparkan 3 geranat tetepi tidak berbunyi dan disambut dengan
tembakan dari dalam benteng. Ketika Letnan De Bouw dan Sersan De Varies menaki
Gunung Madang hanya diikuti serdadu bangsa Belanda, sedangkan serdadu bangsa
bumiputera membangkang tidak ikut bertempur. Dalam pertempuran Letnan De Brouw
kena tembak di paha, sehingga serdadau Belanda mundur dan kembali ke Benteng
Amawang. Tanggal 13 September 1860 serangan ketiga Belanda terhadap Benteng
Madang dipimpin oleh Kapten Koch dengan bantuan serdadu Belanda dari
Banjarmasin dan Amuntai. Pertempuran ini terjadi dalam jarak dekat, tetapi
Demang Lehman dan Tumenggung Antaludin dengan gagah berani menghadapinya.
Disaat bunyi senapan dan meriam bergema, tiba-tiba roda meriamnya hancur kena
tembakan.
Pasukan
Belanda dan Kapten Koch kembali mundur ke Benteng Amawang. Kegagalan serangan
ketiga ini membuat belanda sangat malu karena tersebar sampai ke Banjarmasin.
Tanggal 18 September 1860 serangan Belanda yang keempat dipimpin oleh Mayor Schuak
dengan pasukan infantri batalyon ke 13 yang terdiri dari beberapa opsir bangsa
Belanda, dibantu oleh Kapten Koch dengan membawa sebuah heuwitser, sebuah
meriam berat dan morter. Menjelang pukul11.00 siang hari Demang Lehman memulai
menyambut serdadu Belanda dengan tembakan. Letnan Verspyck yang berani
mendekati benteng dengan pasukannya kena tembak oleh anak buah Tumenggung
Anataludin, akhirnya mengundurkan diri membawa korban. Selanjutnya Kapten Koch
memerintahkan memajukan meriam. Dengan jitu peluru mengenai serdadu pembawa
meriam itu dan jatuh terguling. Setelah pasukan meriam gagal, dilanjutkan
dengan pasukan infantri mendapat giliran maju. Kapten Koch yang memimpin
pasukan infantri maju kena tembak di dadanya dan jatuh tersungkur. Dengan
jatuhnya Kapten Koch tersebut serdadu Belanda menjadi bingung dan kehilangan
komando. Dengan bergegas pasukan Belanda menggotong tubuh Kapten Koch dan
meninggalkan medan pertempuran, mengundurkan diri kembali ke Benteng Amawang.
Setelah serangan keempat ini gagal Belanda mempersipkan kembali untuk
penyerangan yang kelima.
Demang
Lehman dan Tumenggung Antaludin juga mempersiapkan siasat dan strategi untuk
menghadap serangan besar-besaran Belanda dengan keluar dan tidak berpusat
bertahan dalam benteng saja. Demang Lehman mendapat bantuan dari pasukan Kiai
Cakra Wati pahlawan wanita yang selalu menunggang kuda yang berasal dari Gunung
Pamaton. Tanggal 22 September 1860 Belanda dengan persiapan teliti, belajar
dari kegagalan dan beberapa kali dipermalukan dari empat kali serangan, Belanda
mempersiapkan bidak-bidak dan perlindungan pasukan penembak meriam dengan
sistem pengepungan Benteng Gunung Madang. Pertempuran baru terjadi esok harinya
dengan tembakan meriam dan lemparan geranat. Menjelang pukul 11.00 malam hari,
tiba-tiba Demang Lehman dan Tumenggung Antaludin mengadakan serangan
besar-besaran dengan berbagai jenis senapan yang dimiliki. Pertempuran berkobar
hingga menjelang subuh. Karena pertempuran berlangsung di malam hari yang gelap
gulita pasukan Belanda kehilangan komando.
Situasi
yang tegang ini digunakan oleh Demang Lehman dan Tumenggung Antaludin beserta pasukannya
untuk keluar benteng dan menyebar keluar meninggalkan benteng dan selanjutnya
berpencar. Suatu strategi yang dilakukan oleh Demang Lehman dan Tumenggung
Antaludin utuk menghindari kehancuran pasukannya. Sementara Kiai Cakrawati dan
pasukannya juga berhasil meneruskan perjalanan menuju Gunung Pamaton. Sementara
itu dengan hati-hati pasukan Belanda memasuki benteng untuk menghancurkan
kekuatan Demang Lehman dan Tumenggung Antaludin, tetapi alangkah kecewanya
Belanda ternyata benteng sudah kosong dan hanya ditemukan satu orang mayat yang
ditinggalkan.
Demikian
lah sejarah singkat Benteng Madang, sebuah tempat pertahanan para pejuang
Perang Banjar di daerah Hulu Sungai Selatan (Kandangan) dalam menghadapi
pasukan Belanda. Pada dasarnya benteng tersebut tidak berhasil direbut Belanda karena
Benteng Madang ditinggalkan oleh pejuang Banjar kemudian melanjutkan perlawanan
berikutnya ditempat lain yang lebih strategis. Pasukan Demang Lehman dan
Tumenggung Antaludin sampai akhir hayatnya tidak pernah menyerah kepda Belanda
Dengan susah payah, biaya yang besar dan dengan perang yang melelahkan serta
banyaknya korban, Belanda sangat malu dan dikecewakan karena benteng yang akan
direbut tidak lebih hanyalah tempat kosong belaka.
Sekarang
lokasi situs Benteng Madang tetap terpelihara, sebagai situs sejarah dengan
juru peliharanya. Bila sejarah adalah pertangungjawaban masa silam, maka situs
Benteng Madang dengan segala kejadiannya merupakan saksi sejarah bahwa disini
di bumi Banjar telah terjadi suatu peristiwa kepahlawanan untuk melawan
kolonial Belanda. Pejuang Banjar di sini secara konsekwen dan konsesten
memegang prinsip “HARAM MANYARAH WAJA SAMPAI KAPUTING”. Suatu slogan dalam kehidupan
orang Banjar dari dulu hingga sekarang dan yang akan datang.
Gambar Monumen Proklamasi 17 Mei 1949
Monumen
Proklamasi 17 Mei 1949, adalah monumen untuk memperingati tentang
Proklamasi rakyat di Kalimantan Selatan. Proklamasi 17 Mei 1949 merupakan suatu
usaha mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia (17 Agustus 1945) oleh
rakyat di Kalimantan Selatan, yang menyatakan bahwa wilayah Kalimantan Selatan
merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Yang mana
Monumen 17 Mei 1949 ini diresmikan tanggal 10 November 1986 oleh Gubernur
kepala daerah TKI Kalimantan Selatan yaiti Ir.H.M.SAID.
Dalam usaha mempertahankan kemerdekaan itu pada kenyataannya
tidaklah mudah, karena para pejuang harus melewati serangkaian perjuangan fisik
dalam kurun waktu sekitar tahun 1945-1949. Dari Monumen Proklamasi 17 Mei 1949
di situ kita bisa melihat riwayat dari Pergerakan atau perlawanan serta
keinginan rakyat Indonesia Khususnya di Kalimantan Selatan untuk merdeka
(terbebas dari semua hal-hal yang berbau penjajahan). Maka dari situlah Rakyat Indonesia di Kalimantan
Selatan berupaya untuk merdeka.
Selain itu juga terdapat beberapa lukisan yang ada disamping
kiri dan kanan dari Monumen Proklamasi tersebut yang mana gambaran atau lukisan
itu menceritakan perjalanan Divisi IV tentang usaha rakyat di Kalimantan
Selatan untuk Merdeka.
- Di bawah ini adalah gambar atau lukisan pertama yang ada disamping kiri kalau dilihat dari depan Monumen Proklamasi 17 Mei
Dari
gambar tersebut menceritakan pawai merah putih
se Kalimantan Selatan pada tanggal 10 oktober 1945, yang mana pawai
merah putih ini menceritakan keinginan rakyat di Kalimantan Selatan untuk tetap
bersatu dalam Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang mana sebelumnya masih
terpisah, pawai merah putih itu merupakan refliksi dari keinginan rakyat untuk
bersatu di bawah kesatuan Negara Republik Indonesia (NKRI).
- Di lukisan kedua yaitu menceritakan tentang Pertempuran 9 November 1945 di Banjarmasin
Dari
gambar tersebut menceritakan tentang pertempuran di Banjarmasin melawan sekutu
yang bertepatan di dekat Polda Kal-sel pada saat ini, dan disitulah dulu
terjadi pertempuran 9 November 1945 bangsa Indonesia di Kalimantan Selatan
melawan sekutu. Kemudian ada juga Monumen 9 November di Pengambangan Banua
Anyar sama seperti yang di kantor KPN tadi. Dan dari pertempuran melawan sekutu
tersebut maka dibangunlah sebuah Monumen 9 November 1945 di Banjarmasin yang
sekarang monumen tersebut telah tidak ada dan telah tergantikan dengan
dibangunnya kantor KPN, di kator KPN itulah dulunya ada sebuah Monumen Pertempuran
10 November 1945.
- Pada lukisan ke tiga EKSPEDISI T.R.I. LAUT yang terjadi di pantai Batakan.
- Selanjutnya pada lukisan ke empat yang ada disebelah kanan kalau dilihat dari depat depan Monumen Proklamasi 17 Mei
Pada
lukisan ini menceritakan turunnya pasukan payung pertama yang menjadi cikal
bakal TNI AU yang terjadi di Pangkalan Bun Kalimantan Tengah dan pada tanggal
21 Desember 1948 ini terjadinya Pertempuran di Hawang Cilikriwut, dan dari
kejadian itu dibangunlah sebuah tugu di Bundaran Garuda Pangkalan Bun di situ
ada terdapat sebuah Monumen yang di atasnya ada sebuah pesawat, monumen itu
peringatan sebagai pasukan terjun payung pertama yang menjadi cikal bakal
pasukan elit Angkatan Udara.
- Pada lukisan ke lima menceritakan tentang pelaksanaan Proklamasi yang dilaksanakan pada tanggal 17 Mei 1949 dan pertempuran dimarkaskan di Karang Jawa pada tahun 1949
- Di lukisan terakhir atau yang ke enam menceritakan tentang pengangkatan TAD Letkol Hasan Basry oleh pertahanan RI pada tanggal 2 Desember tahun 1949
sumber :
http://raini.mywapblog.com/sejarah-benteng-madang-kota-kandangan
http://universitassahrul.blogspot.com
http://universitassahrul.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar